Empowering Youth to Participate in Democratic Process: Memahami Demokrasi melalui Seminar, Diskusi, dan Bermain Peran
Bandung, Lib.itb.ac.id.- Pemilih muda akan mewarnai pemilihan umum pada tahun 2024. Oleh karena itu, jelas bahwa penduduk berusia produktif kan menjadi target para kandidat/para politisi untuk meraih simpati dan untuk ikut meramaikan kancah politik dalam pesta demokrasi Indonesia pada Pemilu 2024. Dalam kerangka inilah IDE Indonesia bekerja sama dengan American Corner ITB menyelenggarakan seminar demokrasi bertajuk “Empowering Youth to Participate in Democratic Process: Memahami Demokrasi melalui Seminar, Diskusi, dan Bermain Peran”. Seminar diselenggarakan pada hari Senin, 20 November 2023, pukul 09.00 s.d 17.00 bertempat di Ruang Pelatihan, Lantai 1, UPT Perpustakaan ITB. IDE Indonesia, yang didirikan di Washington DC pada tahun 2014 oleh sekumpulan mahasiswa Indonesia yang studi di Amerika Serikat, merupakan organisasi nirlaba yang menyediakan wadah ide-ide inovatif bagi generasi muda pemimpin Indonesia. IDE Indonesia adalah NGO kepemudaan yang bergerak dalam pemberdayaan pemuda Indonesia di bidang demokrasi, pendidikan, dialog, inovasi sosial, proteksi lingkungan, leadership, dan pembangunan berkelanjutan. Seminar diikuti oleh lebih kurang 30 peserta yang merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Barat dengan pembicara Sultan B. Najamudin (Wakil Ketua DPD-RI), Dr. H. TB Ridho Azhari, S.H. M.H., M.I.Kom (Anggota DPD RI Prof. Banten), Hedi Ardia S.Pg.I., M.Ip (Komisioner KPU Jabar), serta Nuryamah, SEI, MH (Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, Bawaslu Jabar). Moderator dalam kegiatan ini adalah Gugun Gumilar, S.Pd., M.A., Ph.D (Founder IDE Indonesia) dan Nadea I. Zahra, BSBA., MPA (Alumni AS). Kegiatan seminar selain sharing, diskusi dan talkshow, juga diisi dengan bermain peran dalam kegiatan simulasi cara memilih.
Dalam sesi sharing dan Caring yang diisi oleh pembicara Sultan B. Najamudin dan Dr. H. TB Ridho Azhari, S.H. M.H., M.I.Kom, disampaikan bagaimana pemilu dan demokrasi di Indonesia dan peran pemuda dalam kontelasi politik saat ini.
Menurut Sultan B. Najamudin berbicara tentang empowering sebenarnya masyarakat Indonesia atau khususnya anak-anak muda Indonesia menurut survei dan hasil pengamatannya, meskipun jumlah anak-anak muda yang sangat kritis, kreatif, inovatif dan sangat aktif jumlahnya besar sekali, tetapi khusus kaitannya dengan demokrasi, dari sekian jumlah yang besar tersebut, tidak banyak anak-anak muda Indonesia itu yang suka dengan politik, tidak banyak anak-anak muda Indonesia yang suka berdiskusi tentang demokrasi. Namun, saat ini terlihat sudah mulai muncul kecenderungan mereka mulai concern terhadap hal-hal yang berkaitan dengan demokrasi dan politik. Pada era digital yang dahsyat seperti saat ini, memungkinkan anak-anak muda untuk mulai berpartisipasi dalam demokrasi. Muncul fenomena anak-anak muda yang tadinya apolitis yang tadinya tidak suka berbicara tentang demokrasi dan politik sudah mulai mengisi konten-konten sosial media mereka dengan bahasan tersebut dan sudah terlihat bahwa anak-anak muda tersebut sudah terpancing dan sudah sudah mulai tertarik.
Bonus demografi yang tinggi kalau bisa mengkapitalisasinya dengan sangat baik, anak-anak mudanya mulai melek dengan politik dan mengerti demokrasi, maka akan sangat besar capital sosial kita untuk membuat negara ini semakin maju. Kaum pemuda harus mengerti demokrasi dan paham politik karena kehidupan negara atau suatu negara diatur oleh sistem politik, turunannya apakah sistem hukum, sistem bisnis, atau sistem apa pun berangkat dari sistem politik. Fenomena digital sosial yang dahsyat harus dimanfaatkan, bonus demografi yang luar biasa tinggi harus dimanfaatkan untuk sesuatu, yaitu untuk memberdayakan kaum muda agar mulai mengerti tentang demokrasi dan politik, baik dengan cara langsung maupun tidak langsung, baik secara pasif maupun aktif, sebaiknya sudah mulai aktif. Partisipasi aktif atau empowering adalah dengan cara mengenal demokrasi melalui berbagai platform, seperti seminar, diskusi, dan lain-lain, dan yang lebih jauh lagi menjadi bagian pelaku atau ekosistem dari demokrasi dan politik itu sendiri. Kesempatan anak muda untuk berkiprah dalam demokrasi dan politik saat ini cukup besar, meskpiun jalan untuk kearah itu tidaklah mudah dan membutuhkan komitmen serta konsistensi.
Sesi kedua dari kegiatan seminar yaitu talkshow bertema “Kenapa harus memilih” diisi oleh pembicara Hedi Ardia S.Pg.I., M.Ip (Komisioner KPU Jabar).
Pemilu bagian dari demokrasi. Mengapa Pemilu penting? Pemilu memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk menggunakan hak politiknya. Adaya pemilu menjamin pergantian kepemimpinan secara reguler dan berlangsung dengan damai. pemimpin yang dihasilkan lewat pemilu seharusnya mampu meningkatkan dan memberikan kesejahteraan atau manfaat kepada masyarakat. Pemilu mempertahankan kedaulatan rakyat dan tetap tegaknya sebuah negara.
Pemilu dan demokrasi tidaklah murah, menghabiskan ratusan triliun anggaran negara. Apabila masyarakat abai dan tidak menggunakan suaranya dengan baik, maka kondisi pengelolaan negara ini tidak akan banyak mengalami perubahan. Kita tahu bersama bahwa salah satu penyakit demokrasi kita, penyakit politik yang paling akut itu adalah mengenai money politik.
Pembicara ketiga dalam seminar ini adalah Nuryamah, SEI, MH (Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, Bawaslu Jabar) mengusung tema “Say no/Katakan Tidak pada Politi Uang”. Dalam paparannya, pembicara menyampaikan peran pemilih pemula dalam praktik pemilu dewasa ini yaitu – menyaring informasi tentang pemilu di dunia digital, ikut serta melakukan pengawasan partisipatif serta melaporkan dugaan pelanggaran kepada Bawaslu. Dampak dari ketidakikutsertaan pemilih permula (tidak ada partisipasi aktif dalam pemilu) maka akan menimbulkan krisis kepercayaan dan kritik masyarakat terhadap kinerja pemerintah, munculnya konflik sosial dan politik di masyarakat serta maraknya penyelewengan dan korupsi. Selain itu, pembicara juga menyampaikan ada tiga (3) kerawanan pada masa krusial dalam penyelenggaraan pemilu, yaitu masalah hoaks, netralitas penyelenggaran pemilu, dan money politic. Kesimpulan dari paparan terkait penyakit politik yang terakhir ini adalah modus politik pemberian uang dan barang semakin beragam, minimnya bukti dan saksi dalam laporan politik uang mengakibatkan tindaklanjut pelaporan kasus tidak optimal. Penerapan regulasi yang tidak optimal terhadap pelaku politik uang serta maraknya praktik politik uang secara elektronik. Hal ini bertambah berat dengan sikap ‘permisif” masyarakat terhadap praktik politik uang. Hal ini menjadi tantangan untuk terus melakukan sosialisasi dan memberikan edukasi yang konsisten pada tahapan pemilu kepada masyarakat.
No Comments